“Maaf saya sedang sakit jadi tidak bisa meneruskan menulis…” Bisa jadi ungkapan kalimat diatas menjadi salah satu alasan mengapa tidak menulis, yaitu sakit. benarkah sakit jadi alasan utama dikala malas untuk menuis?
Tidak sepenuhnya benar. Dalam hal ini kita bisa belajar dari Bapak Suharto, S.Ag. M.Pd. Beliau adalah seorang guru di MtsN 5 Jakarta yang mengampuh mata pelajaran Fiqih.
Tepatnya tgl 19 Juli 2018 Seluruh badan beliau lumpuh tak bisa bergerak bahkan napaspun tak bisa, Alhamdulillah, beliau segera berobat ke rumah sakit. Namun kenyataan pahit tetap harus dihadapi. Penyakit langka GBS (Guillain Barre Syndrome), penyakit yang mematikan seluruh syaraf sampai napas pun harus dibantu dengan mesin ventilator dan oksigen.
Hingga sepulang dari rumah sakit pun beliau masih lunglai belum dapat menggerakkan tubuhnya. Ikhtiar dari keluarga serta kepasrahan pada sang Khaliq yang menjadi mu’jizat bagi Cang Ato. perlahan beliau dapat menggerakkan jemari kirinya, diikuti dengan jemari kanan, hingga dalam waktu 6 bulan, beliau baru dapat menyentuh wajah dengan jemarinya tersebut.
Sabar dan pasrah yang dapat dilakukannya. pada suatu hari, Cang Ato mendengar bunyi ponsel istrinya. Beliau berinisiatif meminta perawat untuk meletakkan ponsel tersebut. Dan subhanallah, walaupun dengan susah payah, dengan kondisi jari yang masih kaku, layar ponsel pun dapat tersentuh.
Dari sini, Cang Ato mulai berinisiatif mencari kesibukan melakukan kegiatan bermanfaat. Beliau meminta istrinya menyediakan ponsel untuk digunakannya mencari informasi dan berselancar di dunia maya. dari pengalaman menulis buku perdananya, Cang Ato menulis artikel ringan mengenai penyakit yang diidapnya. Beliau berbagi pengalaman , informasi dan kondisi mengenai cerita perjalanan penyakit yang dialaminya.
Banyak follower yang menghampiri. Kemudian untuk mengisi hari-hari yang kosong, beliau menulis artikel dengan satu tema, yaitu motivasi. Beliau menulis setiap ba’dah subuh hingga pukul 07.00. terkadang sambil terapi beliau pun menulis. Terkadang ketika mau tidur hingga tidak bisa tidur sebelum punya ide buat menulis.
Jika kehabisan ide, Cang Ato membaca buku, melihat televisi, YouTube, tulisan orang lain, mendengarkan Mario Teguh, Ari Ginanjar bahkan mendengarkan topeng, lenong, dan agu Betawi .
Semua tulisan di share ke Facebook dan blog. Alhamdulillah, banyak yang senang dan menunggu tulisan berikutnya. Bahkan banyak teman literasi berdatangan. Sampai pada suatu saat, beliau dihubungi Omjay untuk diikutsertakan dalam pelatihan belajar menulis gel.8. Beliu mengikuti sebatas kemampuannya. Ditengah kondisinya yang sakit, beliau tetap menyimpan materi, walau tidak disetor dalam laporan resume.
Dari sinilah lahir buku demi buku secara estapet. Sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya. Kemustahilan versus realita berwujud keniscayaan. Kalau kita ingin belajar, belajar, dan belajar pasti kita bisa.
Lelah pasti ada apalagi dalam kondisi serba keterbatasan, memegang buku saja beliau susah, begitu juga membuka buku. Dengan bantuan istri, anak, dan asisten rumah tangga, Cang Ato bisa membaca buku untuk memperkaya tulisan. Ya, menulis itu identik dengan membaca. Jangan berpikir menjadi penulis kalau malas baca.
Kemudian Cang Ato memcoba untuk membuka laptop walau berat jari untuk menekan hurup dan angka, tapi dipaksakan hingga tanpa sadar sebagai media terapi jari akhirnya kuat menekan huruf-huruf.
Beliau pindahkan tulisan yang ada di blog dan Facebook ke laptop. Dan dikelompokkan sesuai tema yang diinginkan. Lalu diedit hingga menjadi sebuah buku. Untuk mempertajam tulisan beliau berguru dengan pak Akbar zaenudin penulis buku best seller Man Jadda wa Wajada. Jadilah sebuah buku motivasi.
Dalam kondisi yang demikian, dan dari usaha yang beliau lakukan ditengah keterbatasan lahirlah karya tulis beliau.
Sebelum sakit
1. Mengejar Azan (2018)
Setelah sakit
2. GBS Menyerangku (2020)
3. Menuju Pribadi Unggul (2020)
4. Belajar Tak Bertepi (2021)
5. Kisah inspiratif Seni Mendidik Diri (2021)
Masih draf
6. Lentera Romadan
7. Menulis itu gampang
8. Aisyeh Menunggu Cinte ( novel)
Insyallah semester genap ini harus terbit. Dan masih banyak yang masih berserakan di blog dan Facebook yang belum dihimpun.
Sumber:
Belajar Menulis Gel 18
Jumat 18 Juni 2021
Pemateri: Suharto S.Ag., M.Pd.
luar biasa kisah pak Suharto, membuat saya menangis dan terharu dengan perjuangannya. Semoga kita bisa belajar dari pak Suharto.
Betul bahwa terkadang kita selalu mencari alasan saat tidak bisa melakukan/ingin menghindari sesuatu. Pengalaman hidup Cang Ato sungguh menampar bagi siapa pun yang lupa bersyukur atas nikmat sehat yang diberi.
Nice post Pak Bagus 👍🏻
Sakit masih terdengar wajar sebagai alasan, tetapi kesibukan menjadi alasan yang tidak wajar jika berkaca dari beliau, kisah yg sangat memotivasi dari Cak Ayo…
Jadi malu klo sakit jadi alasan tidak menulis, pun begitu dengan kata repot 😊
Pak Suharto yang sedang sakit bisa membuat sebuah tulisan yang inovatif di buku. Yang sehat seperti saya tidak mampu, jadi malu sendiri. Insya Alloh ke depannya saya semangat lagi dalam menulis. Sekarang saya menunggu buku yang dikirimkan dari Pak Mukmimin suatu tehnik menulis dari KTI menjadi sebuah buku. Walaupun banyak rintangan yang dihadapi akan usahakan tetap menulis insya alloh aamiin yra.
Jadi malu sendiri yang sakit bisa membuat tulisan di buku, yang sehat seperti saya belum pernah membuat tulisan di buku. Semoga dengan adanya insprirasi seperti ini menjadikan motivasi bagi saya yang sangat berharga dalam menulis. Insya Alloh ke depannya Saya akan mendisiplinkan waktu dalam menulis aamiin yra