Darah Juang Santri untuk NKRI

Tujuh belas Agustus merupakan hari yang bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dilakukannya upacara, diharapkan seluruh rakyat Indonesia merenungkan seluruh perjuangan para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Keringat dan darahnya patut diapresiasi., sebagai rasa syukur kita karena telah lepas dari penjajahan yang dulu amat sangat nyata didepan mata, dan kini Indonesia telah berdiri sendiri dengan tegak tanpa dinaungi oleh Negara lain.

Tongkat estafet akan selalu berpindah tangan sesuai dengan zamannya. Saat ini, tongkat estafet perjuangan itu telah dipegang erat oleh para pemuda pemidi kita, sang pembawa perubahan dan memiliki kobar semangat yang membara yaitu para santri.

Santri adalah pemuda pemudi bangsa yang akan selalu menjadi figure negeri. Dengan kehadirannya, hadir pula jati diri NKRI. Dukungan dan peerjuangan santri terhadap negeri terlihat bagaimana mereka giat dalam belajar dan doanya di sepertiga malam. Semua itu dilakukan demi memajukan tanah air tercinta yang selalu terpatri di hati, yaitu Indonesia.

Sebagai contoh, di ajang Musabaqah Hafalan Alquran tingkat Internasional yang diselenggarakan di Arab Saudi. Dua delegasi yang dikirim oleh Kementerian Agama berhasil menorehkan prestasi dan mengharumkan nama bangsa di kancah dunia. Kedua santri itu adalah Muhammad Abdul Faqih (Faqih) dari Jawa Tengah dan Lalu Muhammad Khairurrazaq (Razaq) dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Faqih meraih terbaik III cabang hafalan Alquran 30 juz, sedang Razaq menduduki peringkat VII cabang hafalan Alquran 15 juz.

Dengan bukti seperti inilah, pondok pesantren sudah membuktikan bahwa pesantren dapat menciptakan kader-kader penerus bangsa yang unggul. Di kehidupan para santri telah terbiasa hidup dengan cara dipimpin dan memimpin. Dengan kebiasaan itulah karakter disiplin para santri dapat dibentuk.

من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع

”Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka dia berada dijalan Allah SWT hingga dia kembali “

Nusus ini melekat erat bagi para santri, di mana menuntut ilmu untuk menghilangkan kebodohan adalah sebagai harga diri para santri. Mereka yang mengaku para santri pasti mengetahui hakikat seorang santri. Yaitu, pergi mencari ilmu dan kembali ke masyarakat untuk berkontribusi segudang prestasinya yang telah ia cari saat di pondok pesantren. Dengan begitu, salah besar jika ada orang yang mengatakan bahwa santri itu pasif, namun yang benar adalah santri itu aktif, cerdas, dan kreatif dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan dengan caranya sendiri.

Disusun Oleh:
Ifa Lira Safrina
Mahasiswi Semester 3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *