Namanya Felicia Alamanda, biasa dipanggil Kia oleh keluarga dan teman-temannya. Kia lahir di Bandung. Hidup bersama kedua orang tuanya yang merupakan anak semata wayang. Hidupnya penuh dengan warna warni kehidupan. Dipenuhi kasih sayang oleh keluarga dan teman-temannya.
Suatu ketika sepulang sekolah, Kia membuka Hpnya dan membuka aplikasi WhatsApp. Ada chat masuk dari orang yang tidak dikenal.
“Assalamu’alaikum, hai aku Rakana. Dari grup event puisi cinta dalam diam. Boleh save nomor ga?” Sapanya dari nalim layar Hpnya.
“Waalaikumsalam, haii Ka Raka. Aku Felicia, bisa dipanggil Kia, salam kenal juga. Boleh kok,” balas Kia.
Kiapun juga menyimpan kontak Rakana memasukkan nomor Rakana di Hpnya.
Lima menit berlalu, Kia masih menunggu balasan chat dari Raka, dan yanh ditunggupun akhirnya muncul juga.
“Haii Kia, makasih. Aku boleh nanya ga?” tanya Raka.
“Sama-sama, mau nanya apa Ka?”
“Kamu askot mana?”
“Bandung, kalau Ka Raka sendiri?” tanya Kia balik.
“Wahh kita sama, aku juga dari Bandung. Btw kamu dari sekolah mana?”
“SMA Sekar Arum,” ucap Kia
“Owalah, kalau aku dari SMA Bumiaji. Btw kamu kelas berapa?”
“Aku kelas 10, kalau Ka Raka?”
“Aku kelas 11. Btw beda setahun ternyata.”
“He… he, iya Ka,”
Tanpa disadari, sejak kejadian itu Kia dan Raka sering banget mengobrol, kadang bercanda meskipun sekedar lewat chat. Tidak terasa pagi telah tiba. Kia melihat ada chat masuk.
Kia mengambil Hpnya dan melihat siapa yang mengirim pesan chat.
“Assalamu’alaikum, haii Kia. Selamat pagi. Aku pengen bicara sesuatu nih. Sebelumnya aku minta izin dulu.” Ternyata pesan chat WhatsApp dari Raka.
“Pagi juga Ka Raka, Ka Raka mau bicara apa kok kayaknya penting banget?” Kiapun dibuatnya penaaaran.
Kia masih menunggu balasan dari Raka, namun karena sudah 10 menit tak kunjung dibalas akhirnya Kia memasukkan Hpnya ke dalam tas dan bersiap untuk ke sekolah.
“Haii Kia, kamu kok sekarang berubah kenapa?” tanya Ria kawan sekelas Kia setelah sampao di sekolah.
“Berubah gimana?” tanya Kia balik.
“Lebih sering online di WA,” tutur Ria.
“Kok kamu tahu?” tanya Kia.
“Tahulah kan ada tulisannya, tapi kamu online di WA. Cuman sekarang jarang chat aku,” tutur Ria.
“Eh iya, maaf aku lagi sibuk jadi jarang chattan. Tapi kalau kamu chat aku bakal bales kok,” tutur Kia.
“Emm oke deh, beneran ya. Awas aja kalau kamu bohong.” Ria menatap tajam Kia.
“Iya-iya bener kok.” Kia tersenyum tipis.
“Kalau gitu, kita jajan di kantin yuk. Mumpung hari ini kan free ga ada pelajaran,” ajak Ria.
“Ayok.”
***
Tidak terasa kini Kia sudah pulang sekolah karena sekolahnya hari ini bebas jadi boleh pulang diatas jam 10.00 WIB.
Kia mengambil Hpnya dari dalam tasnya untuk mengecek ada chat atau tidak. Saat di buka, Kia melihat ada balasan chat dari Ka Raka.
“Haii Kia, maaf baru bales. Tadi Hpku lowbet jadi aku ces dulu. Aku mau nanya nih, kamu mau ngga jadi sahabat aku?”
Senyum Kia seketika terbit karena baru pertama kali ada seorang laki-laki yang mengajaknya untuk sahabatan. Karena biasanya Kia selama ini tidak punya teman dekat laki-laki.
“Mau Ka. Tapi aku mau nanya nih kenapa Kaka milih aku jadi sahabat Kaka? Padahal kita kan baru beberapa hari kenal.”
“Gapapa, pengen aja. Nanti kalau kamu udah lulus SMA. Aku janji bakal temuin kamu.”
Kia bersyukur karena Raka langsung membalas darinya. Biasanya kan harus nunggu dulu.
“Beneran Ka Raka? Tapi aku biasa aja loh. Ga cantik bahkan aku ga pernah pake make up. Apa Kaka masih mau ketemu sama aku?” balas Kia menggoda.
“Aku malah lebih suka liat perempuan yang natural, karena aku melihat perempuan dari hati. Bukan karena rupa.”
“Baguslah kalau gitu, setahu aku kan laki-laki memandang perempuan secara penampilan dan rupa.”
“Iya, emang rata-rata gitu. Tapi aku berbeda loh Kia. Aku memandang perempuan dari hati dan juga akhlak. Sebab kalau dari rupa itu sama aja percuma. Karena nanti kalau udah tua kan bakal berubah.”
“Iya Ka Raka.”
“Kia boleh ngga kita teleponan? Aku pengen denger suara kamu.”
“Beneran? Boleh sih cuman jangan kaget suaraku cempreng banget Ka.”
“Gapapa, Santui aja. Oke aku yang awali ya Kia.”
Kia menggeser posisi Hpnya yang ada gambar telepon hijau.
“Assalamu’alaikum Kia,” sapa Raka dari seberang sana.
“Waalaikumsalam Ka Raka.” Kia tersenyum tipis. Jujur saja saat ini jantungnya berdegup kencang seakan mau copot. Maklum saja ini pertama kali Kia bercakap dengan laki-laki melalui telepon.
“Kia gimana kabarnya?” tanya Raka.
“Alhamdulillah baik, kalau Kaka sendiri?” tanya Kia.
“Alhamdulillah baik juga, btw suaramu kok kedengeran kayak grogi sih. Emang bener ya?” tanya Raka.
“Ehhe iya Ka soalnya ini pertama kali aku telponan sama laki-laki jadi agak grogi,” tutur Kia.
“Enggak usah grogi Kia, sama aku kok itu santai aja. Boleh ngga aku bicara sesuatu sama kamu?” tanya Raka.
“Mau nanya apa Ka?” tanya balik Kia.
“Nanti kalau kita ketemu, aku mau bicara serius sama kamu. Jadi aku mohon nanti pas kita ketemu jangan kaget ya liat penampilan aku,” kata Raka.
“Iya Ka, aku bakal tunggu. Insyaallah aku ga akan kaget mungkin grogi aja,” tutur Kia.
“Aku boleh nanya lagi ga?” tanya Raka.
“Boleh Ka Raka,” balas Kia.
“Mohon maaf nih, kamu pernah pacaran ga?” tanya Raka.
“Belum,” balas singkat Kia.
“Masa sih?” tanya Raka.
“Iya, tapi kalau cuman ttm tapi LDR pernah sekali,” kata Kia.
“Owlah, gimana rasanya LDR enak ga?” tanya Raka.
“Ga enak lah Ka ga bisa ketemu. Lagipula pada akhirnya aku nyesel karena dia cuman gosting aku. Makanya sekarang aku jaga jarak kalau sama cowo termasuk sama Ka Raka takut ngulangi lagi,” tuturnya menjelaskan.
“Tenang aja, aku bukan tipe cowo yang begitu. Malahan aku tipe cowo yang setia. Ga percaya? Buktiin aja. Aku rela nunggu kamu lulus SMA habis itu kita bisa ketemu,” kata Raka.
“Iya Ka, aku percaya kok. Aku juga ga sabar bisa ketemu langsung sama Ka Raka,” kata Kia.
***
Tidak terasa 3 tahun telah berlalu akhirnya pada hari Kia dan Raka akan bertemu setelah sekian lama hanya bisa berbicara lewat virtual.
Kia kini tengah duduk di taman Kenari menunggu kedatangan Raka. Setelah menunggu 10 menit Raka datang dengan balutan jas berwarna putih dan dasi berwarna hitam.
“Assalamu’alaikum ukhti, kamu masih ingat aku kan?” tanya Raka.
“Waalaikumsalam akhi, iya kamu Ka Raka kan?”
“Iya, aku mau bicara sesuatu penting sama kamu,” kata Raka.
“Iya, apa Ka?”
“Hari ini atas izin Allah maukah kamu jadi pendamping hidupku Kia?”
Degh
Jantung Kia seakan mau copot, hatinya sangat berbunga karena ada seorang laki-laki tampan dan baik hati yang mau melamarnya.
“Beneran Ka Raka? Aku ga mimpi kan?” tanya Kia dengan pipi bersemu merah.
“Ngga ini nyata, alasan aku jadiin kamu sahabat adalah supaya aku bisa menjadikan kamu sebagai pendamping hidupku.” Raka menatap lekat setiap inci wajah Kia.
“Mau Ka, tapi apa Ka Raka yakin mau jadiin aku pendamping hidup? Kita kan baru aja ketemu.”
“Iya aku yakin Kia, dan aku mencintaimu karena Allah. Seperti bunga ditaman ini seperti itulah namamu yang indah didalam hidupku.”
“Makasih Ka. Insyaallah aku siap menerima Ka Raka jadi suami aku.”
“Kalau gitu ayok kita ke rumah kedua orangtuaku untuk minta restu.”
“Iya Ka.”
Selepas itu Kia dan Raka meminta restu kepada kedua orang tua Raka terlebih dahulu habis itu meminta restu kepada kedua orangtua Kia dan pada akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.
Bionarasi :
Zulfa Wafirotul Khusna,lahir di Jepara,6 Agustus 2005. Murid SMAN1 Welahan. Menulis adalah menuangkan segala perasaan dan pikiran. Selain menulis, ia juga suka dunia literasi, membaca novel, cerpen, quotes, puisi, dan suka menyulam.
Saat ini, penulis berdomisili di kota Jepara.Ia bisa dihubungi lewat media insagram @zulfa.khusna.atau email khusnazulfa88@gmail.com.